BANDUNG – Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menurunkan tim untuk menganalisis kejadian tanah bergerak di Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta. Hasilnya, tanah bergerak di kawasan itu terjadi akibat interaksi kondisi geologi dan curah hujan di atas normal.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid AN mengatakan, secara geografis, lokasi bencana tanah bergerak di Kampung Cigintung RT 008/006, Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Purwakarta, terletak pada koordinat 6,63905° LS dan 107,43468° BT.
Berdasarkan informasi warga, kata Wafid, tanah bergerak pernah terjadi pada 2007. Kemudian mulai teramati bergerak kembali sejak Minggu 20 April 2025 pukul 22.00 WIB. Kemudian berlanjut pada Rabu 23 April 2025 pukul 20.00 WIB dan Senin 19 Mei 2025 pukul 07.00 WIB.
“Saat pemeriksaan dilakukan, pergerakan tanah masih terus berkembang sehingga seluruh warga Kampung Cigintung diungsikan sementara,” kata Kepala Badan Geologi.
Muhammad Wafid menyatakan, secara umum, morfologi di lokasi tanah bergerak merupakan daerah perbukitan bergelombang menengah. Daerah bencana berada pada sisi perbukitan yang menghadap ke arah timurlaut dengan kemiringan lereng agak curam, berkisar antara 13 derajat-23 derajat.
Lokasi bencana, ujar Wafid, berada pada ketinggian 363 mdpl. Berdasarkan peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 2003), batuan di lokasi bencana merupakan bagian dari endapan Aluvium Tua (Qoa) yang terdiri atas konglomerat dan pasir sungai yang bersusunan andesit dan basal.
Endapan ini berada di antara Batupasir Tufan dan Konglomerat (Qos) dengan Anggota Napal dan Batupasir Kuarsa Formasi Jatiluhur (Mdm). Endapan Qos terdiri dari batupasir tufan dan konglomerat berasal dari endapan lahar.q
“Sementara Mdm terdiri dari napal kelabu tua, batulempung napalan dan serpih lempungan dengan sisipan batu pasir kuarsa, kuarsit, dan batu gamping napalan. Struktur geologi berupa lipatan antiklin berarah barat-timur yang terpotong oleh kelurusan berarah timurlaut–baratdaya,” ujar Wafid.
Kepala Badan Geologi menuturkan, struktur tersebut hanya terdapat pada batuan Mdm. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, daerah bencana tersusun oleh pasir tufaan, berwarna putih kemerahan, banyak mengandung fragmen andesitik, porositas baik dan permeabel, dalam kondisi kering cenderung bersifat lepas (loose).
“Endapan ini menutupi lapisan serpih lempungan berwarna kelabu tua, lapuk sebagian, berstruktur menyerpih, porositas buruk dan tidak permeabel (kedap), dalam kondisi kering mudah mengelupas sedangkan dalam kondisi basah bersifat plastis dan licin,” tuturnya.
Wafid mengatakan, berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah dan Peta Prakiraan Wilayah, tanah bergerak yang terjadi pada Mei 2025, daerah bencana berada pada zona gerakan tanah menengah-tinggi.
“Artinya, daerah ini memiliki potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi tanah bergerak. Di zona ini dapat terjadi tanah bergerak jika curah hujan di atas normal, terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir (jurang), tebing jalan, atau jika lereng mengalami gangguan, dan gerakan tanah lama dapat aktif kembali,” ucap Wafid.
Kepala Badan Geologi menyatakan, tanah bergerak di Kecamatan Sukatani berjenis longsoran nendatan dengan bidang gelincir melengkung (rotational). Tipe ini bergerak lambat saat baru mulai bergerak namun akan berulang dan berpotensi bergerak lebih cepat.
Gawir mahkota memiliki tinggi 10 meter disertai sejumlah gawir minor di tubuh longsorannya. Gawir di ujung longsoran memiliki tinggi 20 meter dengan kemiringan 30 derajat, sementara di kaki longsoran terjadi lendutan (bulging) dengan tinggi mencapai 3 meter pada lahan sawah lebih landai.
“Arah gerak longsoran N25°E, lebar 220 meter dan panjang landaian mencapai 280 meter. Jarak terdekat antara lokasi bencana dengan obyek vital Tol Cipularang sekitar 600 meter ke arah barat,” ujarnya.
Data dari BPBD Kabupaten Purwakarta dan peninjauan lapangan, dampak bencana tanah bergerak hingga Selasa 17 Juni 2025 Pukul 17.55 WIB mengakibatkan 69 rumah rusak, satu tempat ibadah rusak, 86 Kepala Keluarga (KK) atau 256 jiwa mengungsi. Kemudian, satu ruas jalan antardesa terputus. Namun bencana itu tidak menimbulkan korban, baik luka maupun jiwa.
“Secara umum, penyebab tanah bergerak didominasi oleh interaksi kondisi geologi dan curah hujan,” tutur Wafid.
Sedangkan faktor penyebab tanah bergerak di Sukatani, Purwakarta antara lain:
1. Karakteristik kondisi batuan berupa endapan vulkanik tua yang poros dan bersifat lepas yang menumpang di atas serpih/batulempung bersisik yang relatif kedap dan plastis saat jenuh air.
2. Adanya sejumlah lahan basah berupa kolam yang membuat air meresap hingga mencapai kontak antara endapan vulkanik tua dan serpih.
3. Kemiringan lereng yang curam.
4. Jenis vegetasi yang kurang mendukung kestabilan lereng.
5. Curah hujan dengan intensitas tinggi dan berdurasi lama sebagai pemicu. Gerakan tanah diawali interaksi akumulasi air tanah pada bidang kontak antara endapan vulkanik tua dan serpih yang menjadi bidang gelincir tanah bergerak.
Itu ditunjukkan dengan rembesan air di bidang kontak tersebut. Seiring berjalan waktu, akumulasi air membuat tekanan pori meningkat dan berkurangnya daya ikat endapan vulkanik tua.
Serpih yang berinteraksi dengan air menjadi plastis dan melunak sehingga berpengaruh terhadap kestabilan lereng dari endapan vulkanik tua di atasnya.
Kemiringan lereng curam membuat material bergerak menuruni lereng, membentuk nendatan yang ditandai retakan, amblesan dan lendutan di kaki lereng akibat terdorong oleh material di atasnya.
Tanah bergerak ini akan terus berulang saat akumulasi air tanah mencapai tingkat kejenuhan tertentu, terutama saat curah hujan meningkat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, kejadian tanah bergerak di Kampung Cigintung, Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Purwakarta, Jawa Barat, sebagai berikut:
1. Gerakan tanah tipe nendatan dengan bidang gelincir melengkung (rotational).
2. Gerakan tanah dapat berkembang ke arah mahkota (baratdaya) dan ke arah kaki longsoran.
3. Tol Cipularang di sebelah barat lokasi bencana relatif aman dari ancaman tanah bergerak di Kampung Cigintung.
4. Lokasi bencana masuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah Tinggi. Gerakan tanah pada wilayah ini masih berpotensi terjadi kembali.
Rekomendasi Teknis
Sebagai langkah mitigasi gerakan tanah di Kampung Cigintung, Badan Geologi merekomendasikan 11 hal yang perlu dilakukan:
1. Rumah terdampak sudah tidak aman untuk diperbaiki dan dihuni kembali sehingga harus direlokasi menjauh dari zona gerakan tanah.
2. Zona gerakan tanah dapat dimanfaatkan menjadi lahan hijau berupa hutan, kebun atau pertanian kering.
3. Pembuatan kolam atau lahan basah di zona gerakan tanah harus dihindari untuk mengurangi saturasi berlebih di area tersebut.
4. Aktivitas bertani sawah di sekitar kaki longsoran masih dapat dilakukan dengan tetap mewaspadai perkembangan gerakan tanah. Hindari beraktivitas bercocok tanam saat curah hujan meningkat.
5. Hindari pembuatan tempat beristirahat pada sawah dari kaki longsoran ke arah timur laut karena menjadi jalur material longsoran.
6. Pelihara vegetasi di zona tanah bergerak dan sekitarnya terutama vegetasi berakar kuat dan dalam untuk menjaga kestabilan lereng.
7. Jalan desa yang terputus agar dialihkan menghindari zona gerakan tanah.
8. Dilakukan pembatasan kendaran yang memiliki tonase melebihi klas jalan yang melewati jalan di atas gawir mahkota longsoran.
9. Pembuatan jalur alternatif perlu direncanakan mengingat jalan desa saat ini berada pada daerah terancam tanah bergerak.
10. Tingkatkan kewaspadaan terutama saat dan setelah turun hujan serta pantau secara berkala perkembangan gerakan tanah. Jika retakan semakin meluas dan melebar, segera laporkan ke pihak berwenang.
11. Tingkatan kapasitas warga dan perangkat desa, dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah.
(Angkasa Yudhistira/Okezone)